Lewat Depok, Shakespeare ke Cikini

Oleh Hamzah Muhammad

Pementasan Lakon berjudul A Midsummer Night’s Dream. 2014. (Dok. Pribadi)
Pementasan Lakon berjudul A Midsummer Night’s Dream. 2014. (Dok. Pribadi)

Ini tentang mimpi dan kisah cinta yang rumit. Pemuda tambun itu Demetrius namanya. Ia mengalami dilema, di antara dua gadis pilihan: Hermia atau Helena. Sementara, Lysander ialah laki-laki gagah yang cintanya tulus kepada Hermia. Ia tahu, Helena kekasih simpanan Demetrius. Adapun mimpi, sesuatu disebabkan oleh panah nyasar Cupid yang jatuh ke rumput. Kemudian, menjelma bunga cinta yang terpendam, yang nantinya memperkarakan keempat orang tersebut. Bunga itu akan dipetik oleh seorang utusan dari belantara hutan, Puck namanya.

Cerita mengambil latar peradaban Yunani kuna, kota Athena di mana sentra pemerintahan berdiri. Raja Theseus berkata pada Hermia, kecantikan adalah lilin, maksudnya: janganlah redup hanya karena gamang kepada siapa harus memberi cahaya. Pasalnya, Hermia menolak menikah dengan Demetrius. Ia membantah takdirnya sebagai anak Egeus. Meskipun, sang raja sudah mengibaratkan sang ayah laksana dewa. Seorang titisan nyata di muka bumi. Egeus geram bukan main.

Lakon ini berjudul A Midsummer Night’s Dream: pertama kali ditulis sekitar tahun 1590 Masehi (lainnya mempercayai 1596) karya dramawan kenamaan Inggris, William Shakespeare. Berhasil dipentaskan untuk kesekian kalinya di Indonesia, dan sekarang giliran Teater Sastra UI, 14-16 November 2014 di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Dibuka dengan rencana selametan perkawinan raja Theseus dengan ratu indian, Hippolyta. Shakespeare mencampuraduk dunia realis dengan dunia peri yang khayali.

Di hutan ajaib, tempatnya jin bersemayam. Oberon ditemani Puck ajudannya tengah mencari solusi atas perselisihan dengan sang istri, Titania. Keduanya terlibat pertengkaran hebat. Maka, Oberon menyuruh Puck supaya mengambil bunga cinta yang terpendam –agar diteteskan ke mata Titania saat tertidur. Khasiat bunga tersebut adalah dapat membuat jatuh cinta kepada orang yang pertama dilihat ketika bangun nanti.

Celaka pun tidak bisa dihindari. Puck salah target meneteskan cairan bunga. Ia memang melakukan itu kepada Titania. Tapi, sewaktu Demetrius dan Helena tersesat di dalam hutan: perintah meneteskan ke mata Demetrius, melainkan ke Lysander. Puck salah orang. Ketika bangun dari tidurnya, Lysander malah tiba-tiba mencintai Helena, sebab ialah wanita yang dilihatnya. Pertengkaran hebat pun terjadi. Antara Demetrius dengan Lysander –memperebutkan Helena. Hermia yang kebingungan, merasa sakit hati.

Adaptasi yang dilakukan sutradara (sekaligus penerjemah) I. Yudhi Soenarto cukuplah baik. Ia barangkali sedikit mengubah teks aslinya. Perumpamaan klasik dibiarkan utuh dalam bentuknya. Seperti penonton bisa mendengar dari ucapan Theseus kepada Hermia, “Keindahan itu milik mawar yang dipetik, bukan yang dibiarkan berduri.” Bagi penonton yang teliti menyimak tiap adegan, pastilah mudah menyambung makna dari analogi-analogi serapan yang dipakai dalam terjemahan Soenarto.

Dari aspek musik, agaknya sutradara membuat nuansa tersendiri. Sedikit jazz dan tambahan khazanah lokal. Jadi, kesan British atau Yunani tidak hadir. Namun, garapannya pas. Alhasil, meski dialognya njelimet, bakal dicairkan dengan nyanyian musikal pemainnya. Untungnya lirik yang dinyanyikan sederhana, dan mudah dipahami. Satu catatan lagi, sosok Oberon berpakaian bagai penari Bali.

Kembali ke cerita. Selanjutnya, ketika Demetrius memberi harapan kepada Helena. Helena sedih. Ia berkata, “O mawar akan disirami airmata. Bukan hujan.” Tapi, Lysander datang, matanya sudah ditetesi cairan bunga dari Puck. Dirayunya Helena dengan sungguh, “Duhai, akulah yang paling setia. Lebih setia dari matahari yang meninggalkan paginya.”

Peri-peri yang mendengar pun berisik. Di bawah komando Titania, mereka berjaga menari-nari, menghibur tuannya. Akibat cairan dari Puck, Titania jatuh cinta kepada Bottoms –seorang buruh kasar yang hendak menampilkan drama di pesta raja Theseus. Namun, sebelumnya Bottoms terkena sirih. Kepalanya jadi keledai. Pada bagian ini, semua penonton tertawa. Dialog antarpemain amatlah menggelitik.

A Midsummer Night’s Dream tetaplah komedi yang romantis. Di akhir cerita, Helena yang tadinya sedih sebab merasa direndahkan, dipermainkan hatinya oleh Leisander dan Demetrius, kini membaik. Khasiat bunga ungu telah dicabut. Lysander kembali pada cintanya, Hermia. Pasangan Hermia-Lysander dan Helena-Demetrius sepakat menikah. Bersandingan dengan raja Theseus.

Drama Shakespeare ini ditutup dengan penampilan teater dari Pyramus and Thisbe. Dipimpin oleh Quince, si sutradara abal-abal. Mengisahkan sosok Pyramus yang diperankan Bottoms (dengan perut gembul, bicara salalu membual) –yang bunuh diri karena ia mengira Thisbe mati diterkam singa.

Di bawah terang rembulan, Thisbe kembali ke peraduan di mana Pyramus tergeletak. Dadanya tembus ditusuk pedang. Laiknya Juliet, Thisbe mengambil pedang itu lalu memutuskan untuk ‘menyusul’ kekasihnya. Sontak segenap hadirin di kerajaan murung, tak sanggup melihat penampilan itu. Namun, seorang pemeran yang (berpura-pura) menjadi Tembok itu lari tersungut-sungut, berpamitan pada raja Theseus untuk keluar panggung. Di bagian ini, penonton kembali tertawa.

Ketika sebentar lagi tirai mau ditutup, Puck si kembara malam itu melompat ke bagian depan panggung. Berpesan ke penonton: “….Anggap saja anda sekalian di sini –para penonton– sedang bermimpi.” Ya, terkadang jatuh cinta itu seperti mimpi, bikin manusia tak sadar diri. Kadang terlalu memikirkannya tak ubah orang gila, meminjam perkataan Theseus. Terima kasih, Shakepeare: komedimu menyentil logika manusia abad 21 yang cenderung ingin dicintai, bukan mencintai.

Tinggalkan komentar